Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa akhirnya memberikan penjelasan terkait pengurangan dana transfer ke daerah (TKD) yang dilakukan pemerintah pusat. Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan bahwa pengurangan tersebut bukanlah tindakan yang dilakukan secara sepihak, melainkan merupakan langkah strategis untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
Purbaya mengatakan, alasan utama pengurangan dana transfer adalah karena adanya ketidaksesuaian dalam pengelolaan anggaran di tingkat daerah. “Kami ingin memastikan bahwa uang yang dialokasikan kepada daerah benar-benar digunakan secara optimal dan tidak terbuang sia-sia,” jelasnya saat menghadiri acara di Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya, Jawa Timur, pada 2 Oktober 2025.
Dana Belanja Daerah Tidak Berkurang, Malah Bertambah
Meski dana transfer ke daerah dikurangi sebesar Rp200 triliun, Purbaya menegaskan bahwa secara keseluruhan anggaran daerah justru bertambah. Hal ini dilakukan melalui alokasi program-program baru yang lebih fokus pada pembangunan ekonomi daerah.
“Jadi, ekonomi di daerah sebetulnya uangnya tidak berkurang, malah ditambah secara netto,” ujarnya. Ia menjelaskan bahwa dari total dana transfer yang sebelumnya sebesar Rp900 triliun, kini telah naik menjadi Rp1.300 triliun. Angka ini mencerminkan komitmen pemerintah pusat untuk tetap mendukung pembangunan di seluruh wilayah Indonesia.
Kritik DPR dan Penambahan Dana Transfer ke Daerah
Di sisi lain, ada perubahan signifikan terkait alokasi TKD 2026. Setelah muncul kritik dari DPR, Kementerian Keuangan bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR menyepakati penambahan alokasi TKD 2026 sebesar Rp 43 triliun. Awalnya, TKD 2026 ditetapkan turun sekitar 24,7% dari tahun 2025, namun setelah diskusi, angka tersebut naik menjadi Rp 692,995 triliun dari sebelumnya Rp 649,995 triliun.
“Penambahan ini merupakan hasil usulan dan permintaan anggota Komisi DPR, termasuk kritik yang menilai penetapan belanja TKD sebelumnya berpotensi menghambat pembangunan daerah,” kata Ketua Banggar DPR Said Abdullah dalam rapat kerja bersama Kemenkeu, Kamis (18/9).
Purbaya Menekankan Pentingnya Akuntabilitas dan Transparansi
Selain itu, Purbaya juga menyoroti pentingnya akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan keuangan daerah. Ia menyebut bahwa masih banyak kasus korupsi di tingkat daerah, mulai dari jual beli jabatan hingga proyek fiktif BUMD. “KPK bilang sumber risikonya ya masih itu-itu saja, jual-beli jabatan, gratifikasi, intervensi, pengadaan. Padahal kalau itu enggak diberesin, semua program pembangunan bisa bocor di tengah jalan,” tegasnya.
Ia menilai, dua triwulan ke depan menjadi masa krusial bagi pemerintah daerah untuk menunjukkan perbaikan tata kelola keuangan. Purbaya berjanji akan mengusulkan peningkatan dana TKD bila kinerja dan integritas daerah dinilai membaik.
Fokus pada Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Purbaya juga menyoroti pola pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang dinilai belum sepenuhnya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Ia menegaskan bahwa dana APBD bukan sekadar untuk ditabung, melainkan harus digunakan untuk mendorong perputaran ekonomi di daerah.
“Kalau seperti di Bojonegoro ada Rp3 triliun tidak dipakai, ya lebih baik digunakan untuk memakmurkan masyarakat,” ujarnya. Ia menekankan, tujuan utama pengelolaan anggaran daerah bukan menabung, melainkan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang nyata.
Mengurangi Ketergantungan pada Pulau Jawa
Lebih lanjut, Purbaya menyoroti ketimpangan kontribusi antarwilayah terhadap ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang terbesar dengan pangsa 56,9 persen terhadap perekonomian nasional dan tumbuh 5,2 persen.
“Ini yang harus diubah. Kita sudah berupaya bertahun-tahun menggeser pangsa ekonomi dari Jawa ke wilayah lain, tapi hasilnya belum signifikan,” kata Purbaya. Ia mendorong pemerintah daerah di luar Jawa untuk mempercepat desain perekonomian yang lebih dinamis agar dominasi Jawa dapat dikurangi.
Mendorong Diversifikasi Ekonomi Daerah
Purbaya juga menantang daerah yang masih mengandalkan sektor komoditas untuk mulai beralih ke sektor bernilai tambah tinggi. Ia mencontohkan, sementara ekonomi di Pulau Jawa sudah bergerak di sektor pengolahan dan manufaktur, banyak daerah di Sumatera dan Kalimantan masih terpaku pada pertanian dan perdagangan komoditas.
“Daerah yang punya uang banyak dari komoditas sebaiknya mulai diversifikasi. Kalau komoditasnya habis, mereka punya sumber pendapatan baru,” ujarnya. Ia mendorong pemerintah daerah agar berani berinvestasi jangka panjang, terutama dalam pengembangan industri dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Stabilitas Ekonomi Nasional Tetap Terjaga
Di sisi lain, Menkeu Purbaya menyampaikan bahwa kondisi ekonomi nasional saat ini masih dalam tren positif. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tercatat 5,12 persen, termasuk tertinggi di antara negara-negara anggota G20. Inflasi juga tetap terkendali di level 2,65 persen, menunjukkan daya beli masyarakat yang terjaga.
