Ket. Foto: Ilustrasi - Hamas Merebut Tank Israel. Theconversation.com |
Peristiwa penting yang sudah terjadi berlarut-larut selama bertahun-tahun, kini memuncak lagi. Konflik Israel-Palestina terjadi baru-baru ini saat kelompok militan Palestina, Hamas, melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel. Serangan ini disebut-sebut terjadi sebagai respons terhadap tindakan-tindakan yang dianggap tidak terpuji oleh Israel sebelumnya, contohnya seperti tragedi di Masjid Al-Aqsa. Serangan tersebut, yang berlangsung selama beberapa hari, mengirimkan gelombang kejut melalui kawasan ini dan memicu ketegangan di wilayah tersebut.
Latar Belakang Masalah
Hamas, yang dikenal sebagai gerakan perlawanan Islam, telah menjadi salah satu pemain utama dalam konflik Israel-Palestina. Mereka telah lama berjuang untuk mencapai kemerdekaan Palestina, dan seringkali berhadapan dengan Israel dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan ini. Salah satu titik fokus utama dalam konflik ini adalah jalur Gaza.
Sejarah panjang ketegangan di jalur Gaza mencapai puncaknya saat Israel meluncurkan serangan dan tindakan penahanan terhadap warga Palestina di dalam kompleks masjid. Tindakan ini memicu kemarahan di kalangan umat Islam di seluruh dunia dan memicu serangkaian protes dan ketegangan.
Alasan di Balik Serangan Hamas
Serangan Hamas terhadap Israel dapat dipahami sebagai respons terhadap tindakan-tindakan yang mereka anggap sebagai provokasi oleh Israel, banyak tindakan-tindakan provokasi yang sudah terjadi selama bertahun-tahun, salah satunya adalah tragedi di Masjid Al-Aqsa. Masjid Al-Aqsa adalah situs suci bagi umat Islam, dan setiap tindakan yang dianggap sebagai pelanggaran di sana sering kali memicu kemarahan di kalangan Muslim di seluruh dunia.
Pada saat itu, masjid menjadi saksi dari tindakan-tindakan yang sangat kontroversial oleh pihak Israel. Serangkaian tindakan penahanan warga Palestina dan penggunaan gas air mata di dalam kompleks masjid memicu kemarahan dan protes massal. Hamas, sebagai kelompok yang berkomitmen terhadap perlawanan, menganggapnya sebagai kewajiban untuk merespons tindakan-tindakan ini.
Sebagai simbol perlawanan, Hamas memutuskan untuk melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel sebagai respons terhadap tindakan-tindakan sebelumnya, termasuk atas provokasi di Masjid Al-Aqsa. Mereka berpendapat bahwa tindakan ini adalah bentuk perlawanan mereka terhadap apa yang mereka anggap sebagai pendudukan Israel dan pelanggaran terhadap situs suci mereka. Karena itu, serangan pada tanggal 7 Oktober 2023 oleh Hamas dinamai dengan operasi Tufan Al-Aqsa yang berarti Badai Al-aqsa
Serangan Hamas: Skala dan Dampak
Serangan Hamas ini terhitung sebagai salah satu serangan terbesar yang pernah dilakukan oleh kelompok militan Palestina terhadap Israel. Serangan tersebut dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023, Hamas mengklaim meluncurkan setidaknya 5.000 roket ke arah Israel. Namun, pihak militer Israel mencatat bahwa Hamas hanya meluncurkan sekitar 2.200 hingga 2.500 roket ke wilayah mereka. Perbedaan dalam angka ini mungkin disebabkan oleh pendekatan berbeda dalam menghitung jumlah roket yang masuk.
Hal yang mencolok dari serangan ini adalah penggunaan roket-roket tanpa sistem kendali yang digunakan oleh Hamas. Roket-roket ini diluncurkan ke arah tertentu tanpa kemampuan untuk mengubah arah setelah peluncuran, akibatnya biaya penggunaan roket-roket ini lebih murah dan dapat diproduksi dalam jumlah yang besar. Karena hal ini, meskipun relatif sederhana, roket-roket ini efektif dalam jumlah besar dan dapat mengatasi pertahanan udara “Iron Dome” milik Israel.
Serangan ini mengakibatkan kerusakan signifikan di beberapa wilayah Israel, termasuk pemukiman sipil. Tercatat banyak orang yang terluka dan bahkan hingga meninggal, ini karena sebagian besar roket Hamas berhasil menghindari sistem pertahanan tersebut, hingga menghantam target di dalam wilayah Israel.
Infiltrasi Militer Palestina ke Wilayah Israel
Selain serangan roket, serangan Hamas juga melibatkan infiltrasi militer Palestina ke wilayah Israel. Serangan tersebut dimulai pada sekitar jam 06.30 pagi waktu setempat pada tanggal 7 Oktober 2023. Milisi bersenjata Palestina mulai memasuki wilayah Israel dari berbagai jalur, termasuk melalui darat dengan bulldozer, lewat jalur laut, dan bahkan dengan paramotor (paraglider bermesin motor).
Pihak militer Israel mencatat bahwa sekitar seribu milisi Hamas berhasil memasuki wilayah Israel. Mereka menyerang beberapa pos militer dan pos polisi di perbatasan Israel dengan Gaza. Beberapa di antara mereka bahkan berhasil mencapai kota-kota perbatasan seperti Sderot, Be’eri, dan Ofakim.
Infiltrasi militer ini sangat mengejutkan pihak militer Israel, yang tidak hanya kewalahan dalam menghadapi serangan mendadak tersebut, tetapi juga dengan berbagai metode yang digunakan oleh milisi Hamas, termasuk penggunaan parasut dan kendaraan perang.
Respons Israel
Serangan mendadak oleh Hamas ini membuat Israel merespons dengan keras. Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menyatakan:
"Kami akan menyerang mereka sampai titik darah penghabisan, dan membalas dengan kekuatan kami. Di hari kelam yang mereka lakukan terhadap Israel dan rakyatnya, semua tempat di mana Hamas bermarkas, kami akan mengubahnya menjadi puing-puing. Saya mengatakan kepada masyarakat Gaza, keluar dari sana sekarang, karena kami akan bertindak di manapun dengan seluruh kekuatan kami". Ujar Perdana Menteri Israel.
Hingga kini, Israel sudah mulai melancarkan serangan-serangan balasan ke Gaza, menargetkan berbagai bangunan yang dianggap penting bagi Hamas. Hal ini juga dikonfirmasi oleh menteri pertahanan Israel, Yoav Galant.
Serangan udara Israel juga memutus pasokan listrik ke Gaza, membuat kondisi di wilayah tersebut semakin sulit. Akses telekomunikasi juga terganggu, mempersulit komunikasi di antara warga Gaza.
Dampak dari serangan Hamas sangat serius. Ratusan orang, baik warga sipil maupun milisi Hamas, dilaporkan tewas atau terluka. Kolonel Jonathan Steinberg, komandan Brigade Nahal Israel, adalah salah satu korban tewas dalam serangan Hamas.
Reaksi di Komunitas Internasional
Konflik ini telah mendapatkan perhatian luas di komunitas internasional. Negara-negara di Timur Tengah dan di seluruh dunia telah merespons dengan berbagai cara. Beberapa negara mengecam serangan Israel, sementara yang lain menunjukkan dukungan kepada Israel dalam upaya mereka untuk melindungi wilayah mereka.
Masyarakat internasional telah mendesak agar gencatan senjata segera dilakukan dan negosiasi damai dilanjutkan untuk mengakhiri konflik yang berkepanjangan ini. PBB dan berbagai organisasi internasional telah menyuarakan keprihatinan mereka atas eskalasi kekerasan ini dan menekankan perlunya penyelesaian damai.
Respons Internasional
Konflik ini memicu reaksi beragam di seluruh dunia. Sejumlah negara di Timur Tengah dan di luar kawasan tersebut telah menyatakan dukungan atau kecaman terhadap pihak yang mereka anggap bertanggung jawab atas eskalasi kekerasan ini.
Turki, misalnya, telah mengecam keras Israel dan menyuarakan dukungan kepada rakyat Palestina. Di London, demonstrasi solidaritas dengan Palestina juga diadakan sebagai bentuk protes dan dukungan terhadap Palestina.
AS, yang merupakan sekutu dekat Israel, telah menyuarakan keprihatinan atas situasi di Gaza dan mendesak gencatan senjata. Negara-negara Eropa, seperti Prancis dan Inggris, juga telah mengecam serangan dan menyerukan upaya diplomasi untuk mengakhiri konflik.
PBB telah mengadakan pertemuan darurat untuk membahas situasi di Gaza dan menyuarakan keprihatinan serius atas konflik tersebut. Sekjen PBB, Antonio Guterres, telah menyerukan gencatan senjata segera dan penyelesaian damai.
Hingga kini, situasi tetap dinamis, dan banyak pihak berharap agar gencatan senjata dapat segera tercapai dan perdamaian dapat ditemukan. Konflik ini adalah salah satu konflik terpanjang dalam sejarah modern dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan di wilayah tersebut.
Referensi: