Notification

×

Iklan

Iklan

Kenapa Hindu India selalu Komen Rasis di Media Sosial: Sejarah dan Akar Kebencian

Senin, 02 Oktober 2023 | Oktober 02, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2024-04-06T06:04:17Z
Rasisme Hindu India
Ket. Foto: Ilustrasi - Unjuk Rasa. Pexels.com.


Fenomena komentar rasis yang muncul dari beberapa individu Hindu di India di dunia maya adalah kompleks dan tidak dapat digeneralisasi untuk seluruh komunitas tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, media sosial memberikan platform di mana orang dengan berbagai pandangan dapat berbicara secara anonim, sehingga dapat memicu pengungkapan pandangan yang tidak pantas atau rasis. Kedua, beberapa individu mungkin memprovokasi atau terpengaruh oleh isu-isu sosial, politik, atau agama yang sensitif di India, yang dapat memicu reaksi emosional dan komentar rasis.


Namun, sangat penting untuk diingat bahwa sikap atau komentar rasis yang dilakukan oleh sebagian kecil individu tidak mewakili seluruh komunitas Hindu di India. Hinduisme sebagai agama dan budaya yang beragam memiliki berbagai aliran dan keyakinan, dan banyak orang Hindu yang berjuang untuk perdamaian, harmoni, dan toleransi. Oleh karena itu, kita harus berhati-hati dalam mengevaluasi perilaku individu dan tidak melakukan generalisasi berdasarkan tindakan mereka. Lebih baik mempromosikan dialog yang sehat, pemahaman lintas budaya, dan toleransi untuk mengatasi masalah ini di dunia maya.


India, dengan keragaman budaya, agama, dan etnisnya yang kaya, telah lama dikenal sebagai tempat di mana berbagai kelompok masyarakat hidup bersama. Karena itu, dalam konteks rasisme pasti memiliki sejarahnya tersendiri. Dalam beberapa dekade terakhir, India telah menjadi saksi meningkatnya ketegangan antara kelompok Hindu dan Muslim. Kekerasan komunal yang terjadi di berbagai wilayah India telah menimbulkan kekhawatiran besar dan memunculkan pertanyaan tentang akar kebencian ini. Namun, sebenarnya sejak kapan masalah ini terjadi dan apa akar permasalahannya? Simak penjelasan di bawah ini.

Sejarah Kekerasan Agama di India

Untuk memahami ekstremisme Hindu di India, kita perlu melihat kembali ke sejarahnya. Sejarah kekerasan agama di India dapat ditelusuri kembali ke masa kolonialisme Inggris. Pemerintah kolonial Inggris memainkan peran kunci dalam memicu ketegangan antar agama akibat  menerapkan kebijakan yang memisahkan dan mengidentifikasi penduduk berdasarkan agama. Pada tahun 1871, mereka memperkenalkan sensus penduduk yang secara formal mencatat identitas keagamaan individu. Hal ini memungkinkan pemerintah kolonial untuk menerapkan kebijakan yang membedakan antara komunitas Hindu dan Muslim.


Saat kolonialisme Inggris berkuasa di India, Muslim menjadi minoritas di negara ini, dan sebagian kelompok politik Hindu menganggap bahwa kebijakan pemerintah kolonial tidak dapat memfasilitasi pemenuhan hak-hak Muslim India. Kebijakan pemisahan agama semakin menguatkan perbedaan agama, dan ini menciptakan ketegangan yang tumbuh menjadi konflik berskala besar.


Puncak kekerasan agama terjadi pada tahun 1947, ketika pemerintah kolonial Inggris setuju untuk memisahkan India menjadi dua negara terpisah, India (dominan Hindu) dan Pakistan (dominan Muslim). Proses ini disebut sebagai Partisi India. Sebagai hasil dari Partisi, jutaan Muslim India bermigrasi ke Pakistan, dan sejumlah besar konflik dan kekerasan terjadi selama proses ini. India yang merdeka memperkenalkan konstitusi sekuler, yang berarti negara dan agama dipisahkan secara formal.


Baca juga: Rencana Pemindahan Ibu Kota Indonesia: Tantangan dan Implikasi

Perjuangan untuk Menjaga Negara Sekuler

Pasca kemerdekaan, pemerintah India yang didominasi oleh Partai Kongres berupaya keras untuk menjaga prinsip negara sekuler. Mereka berkomitmen untuk memberikan perlakuan yang sama kepada semua kelompok agama dan menjauhkan diri dari mendukung satu agama tertentu. Namun, gagasan sekularisme ini dihadapi dengan penolakan keras dari beberapa kelompok Hindu nasionalis.


Kelompok Hindu nasionalis percaya bahwa gagasan sekularisme adalah hal asing bagi India dan merugikan komunitas Hindu. Mereka memandang India sebagai negara Hindu dan menganggap bahwa orang-orang non-Hindu bukan bagian dari identitas India. Sentimen ini semakin diperkuat oleh kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan komunitas Hindu, seperti pengakuan hukum warisan dan pernikahan Islam yang berbeda dari hukum perdata umum.


Salah satu tokoh yang sangat terlibat dalam gerakan Hindu nasionalis adalah Nathuram Godse. Ia adalah ekstrimis Hindu yang membunuh Mahatma Gandhi pada tahun 1948 karena menganggap Gandhi terlalu toleran terhadap komunitas Muslim. Pembunuhan ini menunjukkan bahwa ekstremisme Hindu telah ada sejak lama di India.

Momentum Kelompok Hindu Sayap Kanan

Kelompok Hindu sayap kanan mulai mendapatkan momentumnya pada tahun 1970-an, terutama setelah pemerintahan Indira Gandhi dan Partai Kongres mengumumkan darurat nasional. Selama masa darurat, banyak aktivis oposisi, termasuk yang berafiliasi dengan kelompok Hindu sayap kanan, dipenjara. Namun, setelah pemilihan umum diadakan pada tahun 1977, pemerintahan Kongres kalah, dan oposisi yang dipimpin oleh Bharatiya Janata Sangh (BJS) memenangkan kekuasaan di New Delhi.


Masuknya tahun 1990-an menyaksikan penguatan kelompok Hindu sayap kanan, yang didorong oleh munculnya kelas menengah yang lebih konservatif dan pertumbuhan revivalisme Islam di berbagai belahan dunia. Propaganda dan ideologi Hindu radikal mulai meresap ke dalam masyarakat, didukung oleh kelompok-kelompok dan partai politik seperti Bharatiya Janata Party (BJP), Vishwa Hindu Parishad (VHP), dan Bajrang Dal. Mereka tidak ragu menggunakan tindakan kasar dan kekerasan terhadap komunitas Muslim di India untuk memantapkan posisi ideologinya.


Salah satu momen paling kontroversial yang melibatkan kelompok Hindu sayap kanan adalah penghancuran Masjid Babri pada tahun 1992. Masjid bersejarah ini dihancurkan dan digantikan oleh kuil Hindu untuk persembahan kepada Rama, dewa Wisnu dalam epos Ramayana. Penghancuran tersebut dipimpin oleh BJP dan memicu gelombang dukungan electoral bagi mereka.

Kerusuhan Gujarat 2002

Dekade berikutnya menyaksikan kekerasan besar-besaran di negara bagian Gujarat pada tahun 2002. Kerusuhan ini mengakibatkan ribuan orang tewas, sebagian besar di antaranya adalah Muslim. Kerusuhan ini dipicu oleh kabar penyerangan terhadap sekelompok peziarah Hindu. Sejumlah pihak menuduh pemimpin setempat, termasuk Menteri Utama saat itu, Narendra Modi, atas ketidakmampuannya untuk menghentikan kekerasan.


Ketika kerusuhan meletus, Modi adalah pemimpin tertinggi di Gujarat, dan ketidakmampuannya untuk menangani situasi tersebut menciptakan kontroversi besar. Namun, di kemudian hari, Modi naik ke panggung nasional sebagai Perdana Menteri India dan memimpin negara ini. Keberhasilannya dalam pemilihan umum membuatnya menjadi pemimpin kuat di India, tetapi sebagian besar komunitas Muslim melihatnya dengan ketakutan dan kekhawatiran akan kebijakan yang mungkin diambilnya.

Dampak Kekerasan Terhadap Komunitas Muslim

Salah satu dampak yang paling mencolok dari ekstrimisme Hindu di India adalah dampaknya terhadap komunitas Muslim. Penelitian menyebut bahwa kekerasan terhadap Muslim telah membuat mereka terpinggirkan secara ekonomi dan sosial. Mereka sering menghadapi diskriminasi dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pekerjaan dan perumahan.


Data yang dikumpulkan dari tahun 1985 hingga 1987 menunjukkan bahwa Muslim adalah kelompok yang paling parah terdampak oleh kekerasan agama di India. Ratusan orang tewas dalam konflik-konflik tersebut, sementara ribuan lainnya mengalami luka-luka. Banyak properti milik Muslim juga rusak parah. Kondisi ini masih berlanjut hingga saat ini, terutama setelah Modi naik ke posisi puncak kekuasaan pada tahun 2014.


Pada tahun 2019, pemerintahan Modi mengesahkan Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan (CAA), yang memungkinkan non-Muslim dari beberapa negara tetangga untuk menjadi warga negara India secara cepat. Aturan ini mengundang kontroversi besar karena memicu protes di seluruh negeri. Banyak yang melihatnya sebagai diskriminatif terhadap komunitas Muslim, karena mengesampingkan mereka dari kriteria kewarganegaraan berdasarkan agama.


Kontroversi ini mencapai puncaknya dengan kerusuhan di New Delhi pada tahun 2020, di mana lebih dari 50 orang tewas, sebagian besar di antaranya adalah Muslim. Pasukan sayap kanan dari BJP dituduh memprovokasi kerusuhan ini, dan ketidaknyamanan yang mendalam terus dirasakan di antara komunitas Muslim.


Baca juga: Istana Laut yang Megah: Kisah Kapal Tempur Legendaris IJN Yamato

Propaganda dan Isu Sensitif

Propaganda dan isu-isu sensitif juga telah menjadi alat ekstrimis Hindu untuk menggambarkan komunitas Muslim sebagai ancaman. Dua isu yang sering digunakan adalah isu sapi dan pernikahan. Sapi dianggap suci dalam agama Hindu, dan ada kekhawatiran bahwa Muslim India menyembelih sapi untuk keuntungan ekonomi. Isu ini digunakan untuk menimbulkan ketegangan antara kelompok Hindu dan Muslim.


Isu pernikahan juga sering dimanipulasi. Ada anggapan bahwa Muslim India ingin mengubah keyakinan perempuan Hindu melalui pernikahan. Kedua isu ini telah memicu kekerasan massa, dan pelakunya seringkali luput dari hukuman.

Kesimpulan

Ekstremisme Hindu di India memiliki akar sejarah yang panjang, dengan ketegangan agama yang telah ada sejak masa kolonialisme Inggris. Meskipun India memiliki konstitusi yang sekuler, kelompok Hindu sayap kanan terus mendapatkan momentum dan memainkan peran yang semakin besar dalam politik India.


Dampaknya terasa dalam bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap komunitas Muslim, hingga terpinggirkan secara ekonomi dan sosial. Selama Modi berkuasa, ketegangan agama terus berlanjut, tantangan besar menghadang untuk memulihkan kedamaian dan harmoni di antara berbagai kelompok masyarakat di India. Masyarakat sipil dan pemimpin politik perlu bekerja sama untuk menemukan solusi yang adil dan inklusif guna mengatasi ekstremisme Hindu dan mempromosikan nilai-nilai pluralisme dan toleransi yang mendasari dasar India sebagai negara yang beragam.

 

×
Berita Terbaru Update